Sabtu, 22 Desember 2007

Core Process & Core Competence

Beberapa proses yang ada didalam suatu organisasi tidak memiliki nilai yang sama. Beberapa proses ada yang lebih penting dari proses lainnya karena dampaknya kritikal/esensial (perlu sekali) bagi kesuksesan organisasi. Untuk itu diperlukan istilah core (inti) untuk membedakan proses yang kritikal dan esensial bagi kesuksesan organisasi tersebut dengan proses lainnya. Dalam konteks proses tersebut sering disebut dengan istilah core process.
Atribut suatu proses diklasifikasikan sebagai core process seyogianya mempertimbangkan sebagai berikut:
ü Kepentingan strategik
ü Dampak pelanggan
ü Lintas sistem fungsional
Rangkaian kegiatan utama (primary activities) suatu perusahaan jasa, misalnya mulai dari kegiatan terima jasa – operasional – penyerahan & penagihan – pengembangan jasa & pemasaran – layanan ke pelanggan; dalam meraih atau mengejar besaran laba yang ditetapkan oleh para pemegang saham adalah contoh core process. Dari contoh core process ini dapat pula dilihat bahwa rangkaian kegiatan utama (primary activities) tersebut melintasi berbagai proses fungsional seperti layanan pelanggan untuk terima jasa (sering dikenal fungsional penjualan & pemasaran), operasi, layanan untuk penyerahan jasa, penagihan (sering dikenal fungsional keuangan) dan lainnya. Dengan perkataan lain, kegiatan lintas proses fungsional sering dipandang sebagai core process.
Kompetensi inti menunjukkan bidang keahlian terhebat pada suatu organisasi dan cenderung berorientasi teknikal. Jika cenderung berorientasi sosial sering disebut kapabilitas organisasi (lihat bab mendiagnosi people). Kompetensi inti merupakan kapabilitas penting strategis yang memberikan keunggulan dalam lingkungan layanan atau pasar. Kompetensi inti dapat melibatkan keahlian teknologi, sumbangan layanan unik, ketajaman/kecerdasan bisnis khusus. Seyogianya core process organisasi didukung dengan core competence. Contoh kompetensi inti pada perusahaan Unilever adalah distribusi dan marketing, sedangkan restoran McDonald memiliki kompetensi inti mengenai mutu (konsistensi), layanan dan kebersihan.

Kemampuan dan Kapabilitas

Secara umum ability (kemampuan) individu adalah kapasitas para individu untuk melaksanakan berbagai tugas dan aktivitas dalam suatu pekerjaan/jabatan. Lazimnya kapasitas individu dipengaruhi oleh kontribusi pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan sikap (attitude) yang tertanam dialam pikirannya yang berasal dari diri sendiri, orang tua, guru, lingkungan dan lainnya.
Kapasitas tenaga kerja (workforce capacity) menunjukkan kemampuan para individu untuk memastikan & melaksanakan proses kerja dan menyerahkan produk/jasa dengan sukses kepada pelanggan.
Capability (kapabilitas atau kesanggupan biasanya dalam konteks organisasi) menggambarkan identitas dan reputasi organisasi. Kapabilitas tenaga kerja (workforce capability) menunjukkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan proses kerja dan membangun serta mempertahankan kelangsungan hubungan dengan pelanggan untuk inovasi, transisi teknologi baru, mengembangkan produk/jasa dan proses kerja baru serta memenuhi tuntutan perubahan bisnis, pasar, dan peraturan.
Kapabilitas organisasi menghasilkan nilai pasar melalui hal-hal yang tak dapat diraba (tak berwujud sering dikenal sebagai intangibles) yang mereka hadirkan.
Istilah nilai atau Value menunjukkan persepsi manfaat yang terbentuk dari produk, jasa, proses, aset atau fungsi, relatif terhadap biaya dan kemungkinan alternatif lain. Organisasi seringkali menggunakan pertimbangan nilai untuk menentukan manfaat dari berbagai pilihan terhadap biayanya, seperti nilai dari berbagai kombinasi produk dan jasa kepada pelanggan. Organisasi membutuhkan pemahaman tentang apa perbedaan nilai dari setiap kelompok stakeholders. Tindakan ini seringkali membutuhkan keseimbangan nilai bagi pelanggan dan stakeholder lainnya seperti stockholders, pegawai atau anggota organisasi dan masyarakat.

Kapabilitas organisasi yang membawa nilai pasar yang tak dapat diraba (intangibles) mencakup kepemimpinan, kolaborasi, akuntabilitas, pola pikir bersama. Bahkan nilai pasar yang telah dibangun melalui intangibles menjadi kapabilitas organisasi, bisa lebih mahal penilaiannya jika dibandingkan dengan harga fisik aset yang sesungguhnya. Profesional SDM akan membuat intangible menjadi tangible dengan membangun kapabilitas organisasi. Kapabilitas organisasi adalah atribut apa yang diberikan kepada pelanggan dari SDM.
Untuk jelasnya, perbedaan kemampuan individu dan kapabilitas organisasi dapat dilihat pada tabel berikut.

Kemampuan Individu mencakup:
Teknikal: Kompetensi fungsional individu atau kemampuan teknis
Sosial : Kompetensi fungsional sosial atau kemampuan sosial

Kapabilitas Organisasi mencakup:
Teknikal: Kompetensi inti organisasi
Sosial: Kapabilitas organisasi

Hanya melalui manusia (para individu), perubahan pada proses tertentu dapat terjadi, baik untuk mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi, maupun untuk memecahkan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Proses perubahan tersebut hanya dapat dilakukan karena berubahnya perilaku dan kinerja individu atau manusianya.

Motivasi


Komunikasi memainkan peranan yang berarti dalam menentukan tingkat motivasi seseorang. Dorongan yang timbul pada diri seseorang atau kelompok, dapat menyebabkan dirinya atau kelompok tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Tingkat motivasi seseorang sebagai akibat berkomunikasi akan mendorong ataupun menggerakkannya untuk bekerja dan berprestasi.
Profil ciri motivasi seseorang atau kelompok dapat dipengaruhi oleh SARAF motivasi, yang setiap urutan hurufnya merupakan singkatan awal dari huruf masing-masing pernyataan berikut:
ü Sumber motivasi:internal/eksternal
ü Acuan motivasi: prosedural/opsional
ü Respons motivasi: reaktif/proaktif
ü Arah motivasi: mendekat/menjauh
ü Faktor motivasi: persamaan, kecuali tertentu/perbedaan
Penerapan motivasi seyogianya dikaitkan dengan kesejahteraan dan kepuasannya. Peningkatan kinerja seseorang akan meningkatkan kepuasannya jika sistem imbalan yang diterimanya, dirasakan wajar & pantas serta relatif sesuai dengan harapannya.
Perbandingan diantara teori motivasi sebagaimana yang diperagakan pada bagan berikut hanyalah beberapa pandangan saja dari sekian banyaknya teori motivasi berdasarkan sudut pandang yang berbeda.

Profil Budaya Organisasi

Untuk lebih cepat tumbuh dan berkembang, ratusan organisasi memilih melakukan merger/mengakuisisi, namun hasilnya tidak menggembirakan. Data penelitian mengungkapkan, 90% gagal memenuhi harapan, terutama karena konflik budaya. Hasil riset lain menyebutkan bahwa 74% organisasi mengalami kegagalan karena tidak memperhatikan faktor budaya seperti nilai-nilai inti organisasi, yang diyakini dan dianut secara luas dalam menghadapi tantangan perubahan lingkungan.

Dilain pihak, kemajuan dan kesuksesan yang diperoleh seseorang sebagai akibat dari pilihan kegiatan perubahan yang dilakukannya, cenderung dipandang dari 3 (tiga) dimensi/faktor sebagai berikut:
banyaknya materi atau harta yang dimiliki,
besarnya energi, kekuatan dan kekuasaan yang digunakan,
parameter luasnya informasi yang dikuasai.

Dalam prakteknya, seringkali dilupakan fungsi dan peran tata nilai (values) para individu dan keyakinannya (beliefs) sebagai dimensi/faktor keempat, yang justru mendasari ketiga dimensi/faktor tersebut diatas. Dukungan dimensi/faktor keempat ini mengakibatkan semangat perubahannya tidak mekanistik sehingga organisasi menjadi lebih hidup, kuat dan lebih dinamis sebagai sumber kekuatan terbentuknya budaya organisasi.

Pilihan kegiatan perubahan dapat dilaksanakan melalui perspektif organisasi, sistem atau perspektif orang. Dari pengalaman, ternyata cara memandang hanya dengan ketiga perspektif tersebut saja, banyak mengandung kelemahan, terlebih setelah melihat akibat krisis identitas dan moral organisasi yang dialami kehidupan kemanusiaan akhir-akhir ini. Untuk mengatasinya diperlukan adanya suatu pandangan lebih, yang dilakukan melalui pendekatan sistem total, baik tangible/visible maupun intangible/hidden yang dapat menyumbangkan anggapan dasar yang benar atas segalanya. Anggapan dasar ini terbentuk karena implementasi realistik yang dapat diteladani dari perspektif nilai dan keyakinan bersama didalam organisasi sebagai sumber kekuatan terbentuknya budaya organisasi yang solid. Perspektif nilai & keyakinan adalah jiwa dan dasar dari segalanya, sehingga merupakan persoalan yang seharusnya diselesaikan paling awal.
Ketika permasalahan atau penyimpangan menimpa diri kita, perlu segera dikaitkan penilaian dan pemecahannya, yang berasal dari suara hati kita sendiri yang bersifat universal. Tentunya hal ini harus diawali dan telah terjadi penjernihan pikiran dan hati sehingga memiliki ikatan emosional dan spiritual yang dianut kuat. Jika tata nilai inti dan keyakinan bersama (shared beliefs & values) sudah tidak lagi menjadi identitas dan karakter organisasi sebagai jiwa pilihan penerapan segalanya, alokasi pembebanan dan penyelesaiannya dilakukan melalui perspektif budaya, yang diawali dengan mendiagnosis culture (budaya). Pentingnya mendiagnosis dan memfasilitasi perubahan budaya organisasi ditujukan untuk kemudahan beradaptasi dengan tantangan perubahan lingkungan organisasi dan peningkatan keefektifan organisasi dan kinerjanya. Wujud keluaran dari kegiatan mendiagnosis budaya adalah Profil Budaya Organisai (PBO) dan seharusnya diselesaikan paling awal karena sangat mendasari ketiga perspektif lainnya.

PBO ini memperagakan gambaran dimensi dan atribut budaya dengan berbagai hubungan dan keterkaitannya sehingga lebih fokus, mudah dan terarah dalam menginterpretasikan, menggerakkan dan mengendalikan perubahan budayanya. Manfaat utamanya adalah untuk mengidentifikasi dan menginterpretasi kekuatan dan jenis budaya yang dominan, ketidakserasian budaya dan arah perubahannya, serta fokus tindak lanjutnya guna peningkatan keefektifan organisasi dan kinerjanya. Kita dapat membandingkan kesamaan dan perbedaan PBO dengan organisasi sejenis lainnya ataupun dengan Standard Industrial Codes termasuk perusahaan Fortune 500 guna mempengaruhi peningkatan keefektifan organisasi dan kinerjanya.

PBO berasal dari hasil proses identifikasi jenis budaya untuk kondisi organisasi pada saat ini, dan kondisi organisasi yang akan datang (seharusnya terjadi dan dirasakan pada 5 tahun yang akan datang) dengan melakukan penilaian pada organisasi tersebut. Proses yang diperagakan akan menjadi instrumen yang sangat berharga dalam membantu para manajer memprakarsai dan memfasilitasi arah dan proses perubahan budaya secara sistemik sesuai prioritas kebutuhan organisasi. Instrumen ini memberikan suatu strategi sistematik bagi agen perubahan internal dan eksternal untuk merangsang dan memfasilitasi proses perubahan budaya yang diperlukan.
Peragaan PBO diperoleh dari penilaian keefektifan organisasi berdasarkan penekanan nilai-nilai bersaing dari nilai-nilai inti organisasi pada dua dimensi utama sesuai preferensi dari konstituennya dalam menghadapi tantangan perubahan lingkungan. Dimensi pertama membedakan kriteria keefektifan yang menekankan fleksibilitas, keleluasaan (discretion) dan dinamis, dengan/dari kriteria keefektifan yang menekankan stabilitas, tatanan dan kontrol. Dimensi kedua membedakan kriteria keefektifan yang menekankan pada orientasi internal, integrasi dan kesatuan dengan/dari kriteria keefektifan yang menekankan pada orientasi eksternal, diferensiasi (pembedaan) dan persaingan.

Dengan PBO kegiatan menggerakkan dan menghadirkan budaya organisasi menjadi mudah, terarah dan lebih fokus. Kekuatan penggerak dan kunci sukses yang sesungguhnya dalam menghadirkan budaya organisasi tidak akan datang dari pernyataan yang tercantum pada sistem nilai organisasi, namun dari keputusan dan tindakan nyata yang realistik dan dapat diteladani. Untuk dapat mencapai pengambilan keputusan yang efektif berkaitan dengan penetapan pilihan perubahan budaya, jajaran pimpinan agar melibatkan pegawai yang kompeten dan relevan di lingkungan kerjanya. Perubahan budaya tanpa upaya perubahan perilaku personal adalah suatu fiksi atau khayalan besar. Tanpa perubahan perilaku anggota organisasi terutama para pengambil keputusan, proses perubahan budaya organisasi tidak akan terjadi. Perubahan kebiasaan atau perubahan budaya, pada akhirnya bergantung pada implementasi perilaku individu yang konsisten dengan tata nilai budaya baru.

Sering kali para manajer menunjukkan bahwa mereka tahu harus kemana arah perubahannya, namun mereka sering tidak tahu dimana memulainya, keputusan dan tindakan apa yang harus diprakarsai dan bidang apa saja yang harus diprioritaskan. Keputusan, tindakan dan sikap pengambil keputusan didalam setiap organisasi, dipengaruhi oleh leader values yang telah tertanam dialam pikiran dan pola pikirnya, yang berasal dari pembelajaran diri sendiri, orang tua, guru, lingkungan dan lainnya.

Dipahaminya values diri sendiri dan orang lain akan sangat membantu dan memudahkan dalam memimpin diri sendiri dan orang lain. Semakin dilibatkan personil dalam menciptakan values organisasi, semakin mereka merasa memilikinya. Selanjutnya semakin sederhana, langsung dan mudah dipahami values yang diciptakan dan dibangun tersebut serta dimotivasi dan diorganisasikan melalui shared values maka semakin mempunyai keunggulan kompetitif yang lebih baik.

Didalam organisasi, tata nilai merupakan sumber kekuatan, energi dan motivasi yang dapat menyatukan berbagai pandangan dalam berperilaku guna terbentuknya budaya organisasi yang solid. Budaya organisasi ini amat berpengaruh dalam membentuk dan memberi arti kepada anggota organisasi untuk berperilaku dan bertindak, yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai karakter organisasi. Perilaku yang sesuai dengan tuntutan organisasi dan dilandasi dengan budaya organisasi yang solid akan menghadirkan ikatan emosional dan spritual yang kuat dalam mengambil keputusan guna peningkatan keunggulan organisasi.

Kunci implementasi perubahan budaya adalah berubahnya perilaku individu. Sedangkan perubahan perilaku individu selalu berawal dari proses belajar. Berubahnya perilaku individu secara luas berdasarkan PBO dan tata nilai yang dianut bersama, mengakibatkan terjadinya implementasi perubahan budaya dengan lebih terarah, fokus dan sistemik. Agar implementasi perubahan budaya semakin dahsyat bagi peningkatan keefektifan organisasi dan kinerjanya diperlukan peningkatan kadar perubahan perilaku melalui penyucian jiwa. Keberhasilan penyucian jiwa dengan kejernihan hati dan pikiran, sebagian besar amat dipengaruhi oleh hubungan antar manusia dari peran perilakunya. Peningkatan peran perilaku akan mampu mendorong manusia untuk meningkatkan keunggulan organisasi dan kemajuan peradaban, atau dapat pula menjadi rintangan yang mengurangi efektifitas organisasi. Namun dilain pihak, normalnya setiap manusia memiliki kondisi kejiwaan (suara hati) yang mampu memandang hakekat kebenaran.
Dipandang dari hakekat kebenaran ini dan dengan tidak menyederhanakan persoalan, tata nilai yang patut dianut sebagai ukuran benar-salah atas suatu keputusan haruslah langsung bersumber pada Kebenaran Yang Mutlak. Oleh karena itu implementasi budaya organisasi dengan penyucian jiwa sesuai suara hati, tata nilai organisasi dan PBO akan senantiasa menghasilkan kinerja cemerlang dan keunggulan kompetitif yang dapat menembus batas.

The Competing Change Framework

Portrait as a part of performance measurements are used as the basis for diagnosing and managing organizational change based on the Competing Change Framework.
This framework is extremely useful in helping to organize and interpret a wide variety of organizational phenomena. This framework is useful as a guide for enhancing organizational effectiveness as well as managing organizational change.
Why having a framework is so important?
Our intent is to illustrate how comprehensive the framework can be in organizing and highlighting the congruence of various aspects of managerial & organizational phenomena by using POSe-pin (People Organization System e-portrait instrument). In completing the instrument, we normally use statistical tests for assessing significant differences sets of numbers. But the most effective way to interpret numbers is to plot them, draw pictures with them, chart them, or graph them. The pictures give people a better sense of what numbers mean than a statistical test or sophisticated mathematical technique. It is possible to see more relationships, do more comparisons, and identify more interesting patterns by analyzing images and representations than by simply looking at the results numerical analysis. Therefore, we encourage you to construct a picture of your people, system and organizational roles data that may not be obvious without the pictures. The power of this framework from our point of view lies in its ability to bring people together to lead organizations toward extraordinary success or sustain business success.

Benefits:
Unsuccessful organizations often launch their new change programs without considering the three points below:
· the need to reach consensus on which actions should be started, which should be stopped, and which should be continued in order for the organizational change process to begin;
· the need to develop a consensual view of the current culture; and
· the need to reach consensus of what change means and doesn’t mean.

We do not claim that our framework represents the one best or the one right way to diagnose and change organizational performance. But we do advocate this approach as a critically important strategy in the organization’s repertoire for managing organizational change, enhancing organizational effectiveness and improving performance.
Our approach to diagnosing and facilitating organizational effectiveness change based on the Competing Change Framework offers the advantage of being:
· Practical
· Timely
· Involving
· Quantitative & Qualitative
· Manageable
· Valid

The advantage of constructing or mapping people, system and organizational roles profile by using POSe-pin (People Organization System e-portrait instrument) is to diagnose and facilitate organizational effectiveness change easily. The importance of diagnosing and facilitating organizational effectiveness change are aimed to easily adapt to the challenge of business environment change and improvement of organizational effectiveness and performance.

Services:
We provide diagnosing, training and consulting services for:
1. People:
- The Personal Management Skills Profile
- Personal/Individual Behavior Profile
- Job Position Style Profile
- Job Position Profile
- Employee Satisfaction Profile
- Performance Dimensions Profile
- Strategic HR Roles Profile
2. System
- Customer Satisfaction Profile
- Leadership System Profile
- Functional System Profile
- Procurement System Profile
- Strategic IT Roles Profile
3. Organization
- Organizational Roles Profile
- Organizational Performance Excellence Profile
4. Culture
- Organizational Culture Profile
- Other Behavioral Profile

Jumat, 21 Desember 2007

Penyucian Jiwa, Kunci Kadar Perubahan Perilaku

Sekali lagi, kunci implementasi perubahan budaya adalah berubahnya perilaku individu. Perubahan perilaku individu selalu melalui proses belajar atau dikenal dengan istilah pembelajaran. Tiga cara belajar yang sangat dominan dilakukan melalui Visualisasi/Imajinasi, Auditori, Kinestetik (VAK) dan lazimnya diawali dengan berpikir. Terbentuknya pola pikir seseorang atau individu, karena yang bersangkutan mempunyai akal atau daya pikir, yaitu potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan. Pola pikir dapat menjadi sumber daya bagi organisasi atau rintangan yang mengurangi efektifitas organisasi. Belajar bagaimana proses berpikir, berpikir dan belajar akan menyelamatkan manusia dari lembah kehancuran dan mampu mendorong manusia pada kemajuan peradaban.

Peningkatan pembelajaran personal akan meningkatkan pertumbuhan dan kemampuan akal, sedangkan peningkatan pembelajaran organisasional akan meningkatkan kapabilitas organisasi. Kemampuan akal bisa ditingkatkan melalui pengalaman kegiatan intelektual, seperti meneliti fenomena alam, berupa penggantian siang dan malam, proses turunnya hujan dan lainnya ataupun dari implementasi perubahan budaya ini. Secara umum ability (kemampuan) individu adalah kapasitas para individu untuk melaksanakan berbagai tugas dan aktivitas dalam suatu pekerjaan/jabatan.

Fungsi akal dapat mengenali tentang baik & buruk, berguna & sia-sia, sebab-akibat dan bebas memilih dalam menanggapi sesuatu hal namun tidak dapat memutuskannya. Akal dapat memberikan masukan kepada hati dan mengendalikannya guna membimbing perilaku. Hati bekerja dengan jaringan akal dalam memahami dan menampung realitas sekelilingnya serta menerapkan daya dan kepekaan emosi secara efektif;

Meskipun berpotensi bisa sama dengan akal, hati berfungsi memutuskan sesuatu hal dan harus dipertanggungjawabkan dikemudian hari. Kadar kandungan hati dapat berubah-ubah dari titik nol, titik ekstrim, lalu ke titik ekstrim lainnya serta dapat bergerak liar, menentang atau melumpuhkan akal. Terbelenggu pada kepentingan sesaat seringkali menjadi penyebab yang melumpuhkan akal. Titik pergerakan ini adakalanya dikenal sebagai keras hati, hati bersih atau mati akal.

Hati Nurani (sering juga disebut suara hati) adalah kondisi hati dan akal yang optimal tingkat kesehatannya. Fungsinya mengoreksi penyimpangan yang dilakukan oleh hati & akal. Kumpulan suara hati telah tertanam pada diri setiap individu dan selalu mampu memandang hakekat kebenaran.

Agar lebih jelas, sistem kejiwaan yang terdiri atas hati (qalbu), akal, hati nurani, roh dan jasad (tubuh) diperagakan pada bagan Sistem Kejiwaan. Sedangkan pergerakan hati dalam jiwa, diperagakan pada bagan Pergerakan Hati Dalam Jiwa.
Beberapa contoh kondisi kejiwaan (suara hati) adalah tanggung jawab, integritas, visi, misi, menata, jujur, peduli, adil, kerjasama, disiplin, pemberi manfaat, pemberi petunjuk dan lainnya. Seperangkat suara hati yang dipilih dan dianggap penting, berharga dan dianut kuat serta dijunjung bersama dan merasa terikat kepadanya disebut sebagai tata nilai.

Didalam organisasi, tata nilai merupakan sumber kekuatan, energi dan motivasi yang dapat menyatukan berbagai pandangan dalam mengambil sikap, tindakan, keputusan dan berperilaku. Berubahnya perilaku individu secara luas berdasarkan Profil Budaya Organisasi dan tata nilai yang dianut bersama, mengakibatkan terjadinya implementasi perubahan budaya. Tata nilai (values) mengarahkan pembuatan keputusan dari setiap anggota organisasi, membantu organisasi dalam menjalankan misi guna mencapai visi.

Dipahaminya values diri sendiri dan orang lain akan membantu dan memudahkan dalam memimpin diri sendiri dan orang lain. Semakin dilibatkan personil dalam menciptakan values suatu organisasi, semakin mereka merasa memilikinya. Selanjutnya semakin sederhana, langsung dan mudah dipahami values yang diciptakan dan dibangun tersebut serta dimotivasi dan diorganisasikan melalui shared values maka semakin mempunyai keunggulan kompetitif yang lebih baik.

Para pemimpin tidak hanya mengkomunikasikan komitmennya terhadap values yang telah dibangun dan dimiliki bersama, tetapi values tersebut memaksa setiap orang menggunakannya setiap hari dalam pekerjaan. Sukses yang sessungguhnya tidak datang dari pernyataan values, namun dari pelaksanaan values tersebut secara terus menerus. Mengingat values berperan sebagai sumber kekuatan dan fondasi/acuan dasar dalam mengambil keputusan bagi jajaran organisasi maka values harus menjadi ‘atasan’ bagi para anggota organisasi agar diyakini sebagai sumber kekuatan yang sesungguhnya. Dengan demikian didalam organisasi hanya ada satu “atasan” yang sejati yaitu values organisasi yang dibangun sesuai kontribusi dari para anggota atau pegawainya.
Tujuan penghayatan tata nilai adalah diperolehnya kemampuan untuk membimbing jajaran organisasi agar mereka mengubah keyakinannya sendiri serta mengindentifikasi dan membangun tata nilainya. Keyakinan dan tata nilai yang tertanam pada dirinya akan menjadi sumber kekuatan yang mendasari motivasi dan perilakunya dalam bertindak. Tata nilai & keyakinan yang dianut secara luas, dijunjung bersama dan merasa terikat kepadanya akan membentuk “Corporate Culture” atau ”Organizatinal Culture”. Budaya organisasi yang solid dan sesuai tuntutan organisasi akan memberi semangat dan sumber kekuatan dalam mengambil keputusan dan peningkatan keunggulan organisasi.

Kekuatan penggerak dan kunci sukses yang sesungguhnya dalam menghadirkan budaya organisasi tidak akan datang dari pernyataan yang tercantum pada sistem nilai organisasi, namun dari tindakan nyata yang realistik dan dapat diteladani.
Ketika suatu permasalahan atau penyimpangan terjadi pada diri kita, perlu segera dikaitkan penilaian & pemecahannya, yang berasal dari suara hati kita sendiri yang bersifat universal. Tentunya hal ini harus diawali dan telah terjadi penjernihan pikiran & hati.

Kemerdekaan berpikir, dan penyucian jiwa dengan kejernihan hati dan pikiran, akan senantiasa menghasilkan sesuatu yang dapat menembus batas. Untuk itu hendaknya kita senantiasa melakukan upaya penyucian jiwa agar terbiasa muncul suara hati yang sesungguhnya dan bersifat universal. Upaya penyucian jiwa adalah kunci peningkatan kadar perubahan perilaku. Upaya ini mencakup:
Penyucian berpikir; upaya ini diperlukan karena adanya potensi yang berhubungan dengan pikiran & pandangan
Penyucian cara merasa; upaya ini diperlukan karena adanya potensi yang berhubungan dengan lahirnya tingkah laku dan biasanya dilakukan dengan perenungan terhadap penciptaan sistem tubuh kita atau dari fenomena alam. Dalam perenungan yang mendalam adakalanya muncul didalam suara hati kita sendiri, yaitu mengapa dan untuk apa kita hidup, lalu apa misi kehidupan yang harus kita emban.
Keberhasilan penyucian jiwa dengan kejernihan hati dan pikiran, sebagian besar amat dipengaruhi oleh hubungan antar manusia dari peran perilakunya.. Peningkatan peran perilaku akan mampu mendorong manusia untuk peningkatan keunggulan organisasi dan kemajuan peradaban, atau dapat pula menjadi rintangan yang mengurangi efektifitas organisasi.
Namun dilain pihak, normalnya setiap manusia memiliki kondisi kejiwaan (suara hati) yang mampu memandang hakekat kebenaran. Dipandang dari hakekat kebenaran ini dan dengan tidak menyederhanakan persoalan, tata nilai yang patut dianut sebagai ukuran benar-salah atas suatu keputusan haruslah langsung bersumber pada Kebenaran Yang Mutlak. Oleh karena itu implementasi budaya organisasi dengan penyucian jiwa sesuai suara hati, tata nilai organisasi dan Profil Budaya Organisasi akan senantiasa menghasilkan kinerja cemerlang dan keunggulan kompetitif yang dapat menembus batas.




Perilaku--Kinerja--Budaya

Apapun jenis organisasinya dan apapun sistemnya, maju mundurnya suatu organisasi bergantung pada perubahan perilaku manusia. Organisasi dikelola oleh berbagai manusia. Dipandang dari seluruh pengelolaan sumber daya, mengelola manusia adalah kegiatan yang paling vital. Tanpa berbagai manusia tidak mungkin ada organisasi. Organisasi butuh berbagai manusia, sedangkan berbagai manusia butuh organisasi. Keluaran penting, fundamental, vital dan berdampak luas dari manusia adalah kepemimpinanya dan karenanya harus diselesaikan paling awal.
Hanya melalui perilaku manusia dapat diraih keunggulan sejati, bermasa depan yang harmonis dan seimbang, yaitu tercapainya keharmonisan sistem secara utuh, yang memiliki arti dan makna bagi kemaslahatan kehidupan manusia.

Perilaku menunjukkan kelakuan dan perubahan tertentu dari manusia, terutama terkait dengan interaksinya dengan pihak lain didalam organisasi, atau diartikan sebagai cara seseorang untuk berkelakuan atau bertindak. Perilaku adalah tanggapan atau reaksi seseorang terhadap rangsangan atau lingkungan yang dipengaruhi oleh kepribadiannya (personality). Kepribadian adalah totalitas keberadaan karakteristik yang unik seperti sikap, skill dan values pada setiap manusia yang mencerminkan dirinya. Dengan kata lain, perilaku adalah fungsi dari kepribadian (personality) yang berinteraksi dengan situasi/lingkungannya sehingga tampak dan mempengaruhi kinerja.

Menurut Glinow & McShane, kompetensi adalah ketrampilan, pengetahuan, sikap, values dan karateristik lainnya yang membawa kinerja unggul. Sedangkan menurut Patricia Marshall didalam buku People and Competencies, kompetensi adalah suatu karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi tertentu. Dengan demikian perilaku seseorang yang menghasilkan kinerja unggul berulangkali dalam batasan standar tertentu seperti jenis pekerjaan, peran, atau situasi tertentu disebut sebagai kompeten.

Perilaku manusia memainkan peran sentral, kritikal dan berdampak luas dalam menentukan pilihan perubahan baik untuk meraih kesuksesan maupun untuk mengatasi berbagai persoalan dan kesulitan yang dihadapi. Dalam analisis job, peran menggambarkan bagian yang dimainkan oleh orang-orang dalam memenuhi sasarannya dengan bekerja secara kompeten dan fleksibel dalam konteks sasaran organisasi, struktur dan prosesnya. Menurut Derek Pritchard, didalam buku People and Competencies, profil peran umumnya mengidentifikasi tuntutan kontribusi, ketrampilan dan kompetensi yang dibutuhkan.
Berubahnya perilaku ditandai dengan berubahnya peningkatan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan keahlian yang dimilikinya serta dipengaruhi oleh karakteristik dasar lainnya.

Perilaku (behavior) manusia dan perubahannya dipengaruhi oleh karakteristik dasarnya seperti basic assumptions, values atau beliefs dan dibentuk oleh perpaduan dari aspek:
1. cognitive (terkait dengan berpikir), yaitu pengetahuan apa yang harus diketahui oleh seseorang untuk melakukan tugasnya dengan baik, misalnya analisis persoalan dan daya ingat. Sering juga disebut sebagai knowledge (pengetahuan);
2. psychomotor (terkait dengan bertindak), yaitu ketrampilan apa yang harus seseorang mampu kerjakan untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, misalnya supir dan operator komputer. Sering juga disebut sebagai skill (ketrampilan);
3. affective (terkait dengan bersikap), yaitu kecenderungan pandangan atau arah berperilaku seperti apa yang harus dimiliki seseorang agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik; misalnya percaya dan curiga. Sering juga disebut attitude (sikap).
Ketiga aspek tersebut amat dipengaruhi oleh values & beliefs yang telah tertanam pada diri yang bersangkutan.
Jika perpaduan dari ketiga aspek cognitive, psychomotor & affective telah mengalami internalisasi atau sosialisasi, dan telah terjadi penghayatan yang mendalam bagi diri & kepentingan yang bersangkutan, itu berarti telah terjadi perubahan bersikap, berpikir dan bertindak . Setiap perubahan perilaku berarti mempengaruhi kinerja. Jika terjadi proses pembiasaan bagi para anggota organisasi atas perubahan tersebut, berarti membentuk suatu kebiasaan yang merupakan persepsi umum yang dianut kuat, diyakini secara luas oleh para anggota organisasi dan merasa terikat kepadanya, sebagai sumber kekuatan penting dan berharga, atau lebih populer dengan istilah budaya. Dengan demikian terjadinya perubahan budaya berarti mempengaruhi keefektifan organisasi dan kinerjanya untuk tumbuh dan berkembang.